Wajah Baru Pendidikan Indonesia – Begitu senang ketika pendidikan Indonesia tampak mulai bergumul dan bangkit. Hadirnya Mas Menteri Nadiem Makarim memberi angin sejuk terhadap wajah pendidikan Indonesia hari-hari ini.
Dia datang dengan membawa ide dan visi ke depan. Padu-padan teknologi dalam pendidikan menjadi kartu AS dalam laju gerak pendidikan yang disebut Merdeka Belajar. Gebrakan pertama yang membuat saya semakin yakin terhadapnya dan pendidikan kita ialah: Reposisi prisonersamongus Siswa Sebagai Subjek Pembelajaran.
Beberapa minggu lalu, saya berdiskusi dengan sesama pendidik, saya khawatir serta menyayangkan bahwa kita selaku guru mengalami miskonsepsi terhadap istilah-istilah pendidikan saat ini. Masih segar di ingatan cerita seorang teman, saat di bangku perguruan tinggi, seorang dosen berkata bahwa referensi pembelajaran berorientasi dalam pembagian: mahasiswa 60% dan dosen 40%. Jelas, ini sejalan dengan tingkat berpikir kritis dan kreatif mahasiswa.
Namun, 40% bukan berarti pendidik menjadi ‘seakan’ lepas tangan dalam dialektika proses pembelajaran itu sendiri.
Begitu juga dengan pembelajaran berpusat pada murid hari ini, student centre, saya rasa perlu adanya landasan berpikir yang sama mengenai batas dan standar pembelajaran yang berpusat pada murid ini.
Apakah acuh tak acuh dalam pembelajaran, dan mengarahkan murid secara penuh menggali referensi adalah bentuk student centre?
Layaknya Ki Hajar Dewantara, Friere juga jelaskan bahwa murid idealnya mampu berkesadaran kritis terhadap dirinya sebagai murid. Sebagai seorang subjek dan pusat pembelajaran, bukan dikekang dengan proses pembelajaran yang menempatkannya hanya sebagai pendengar dan penerima segudang informasi.
Kita perlu mengawal bahwa konsep murid sebagai subjek pembelajaran benar-benar terealisasi sebagaimana seharusnya. Bukan dijadikan tameng untuk menutupi ketidakmampuan pendidik sebagai fasilitator dalam aktivitas pembelajaran.
Kedua, pembelajaran berdiferensiasi. Kita tak akan memberi obat sakit gigi bagi pasien yang lututnya sedang cidera. Pembelajaran hari ini benar-benar membuat kebutuhan murid sebagai prioritas. Analisis awal mengenai gaya belajar, minat, dan kesiapan belajar menjadi elemen-elemen yang harus dipenuhi sebelum terjadinya aktivitas belajar di ruang kelas.
Setelah murid terbagi berdasarkan gaya belajar, minat, dan kesiapan belajar, tugas pendidik tidak hanya berakhir pada tahap tersebut. Namun, pendidik seyogyanya menyiapkan media, bahan ajar, dan metode yang berbeda pula pada setiap kelompok murid.
Tahap-tahap seperti ini menjadi satu rangkaian yang saling terkait satu sama lain. Tidak terputus.
Idealnya memang, pendidik mampu untuk menyiapkan banyak hal untuk memastikan pembelajaran berjalan secara menyenangkan dan bermakna bagi murid itu sendiri selaku subjek pembelajaran. Dengan keterbatasan waktu? Apa yang diinisiasikan oleh Kemdikbud terkait hal ini? Yap, benar, platform Merdeka Mengajar.
Platform yang memiliki 3 fungsi, yakni Belajar, Mengajar dan Berkarya ini menjadi rujukan untuk memfasilitasi pendidik di seluruh Indonesia. Nadiem sebut bahwa 1,6 juta guru telah menggunakan platform Merdeka Mengajar adalah bukti kebermanfaatan platform ini.
Mencermati hal-hal internal yang telah dirancang sedemikian rupa oleh Kemdikbud, kita juga mengapresiasi Mas Nadiem dan tim telah menegaskan jati diri output pendidikan kita, yakni murid yang berprofil Pelajar Pancasila.
Di tengah era akses internet tanpa batas hari ini, pengaruh eksternal dapat merongrong budaya, citra, dan jati diri generasi penerus bangsa kita. Kita perlu ‘memfilter’ segala informasi yang masuk agar tidak merusak jati diri murid-murid kita, sehingga mereka mengalami krisis identitas. Padahal, mereka adalah wujud nyata dari perjuangan pahlawan-pahlawan bangsa ini. Terdapat enam dimensi dalam profil pelajar pancasila, yakni 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif.
Oleh karena itu, tujuan pembelajaran di sekolah tidak hanya membuat mereka menjadi siswa yang cerdas. Namun juga menjadi siswa dan kelak menjadi anggota masyarakat yang berprofil Pelajar Pancasila di tengah kemajemukan bangsa dunia.
Kemdikbud, agaknya sudah menata rapi rel pendidikan Indonesia sampai kepada rujukan referensi pembelajaran dengan sangat baik. Setiap pendidik bisa belajar, mengajar, berkarya dari pengalaman dan praktik baik pendidik di seluruh Indonesia. Luar biasa!
Baca juga: Menjunjung Tinggi Budaya di Lingkungan Sekolah
Upaya-upaya pemerintah hari ini baiknya disambut dengan antusias oleh pendidik di Indonesia. Kita bisa pahami bersama bahwa di tengah era serba instan hari ini, pendidikan bisa dengan optimistis menawarkan masa depan yang baik dan cerah bagi anak-anak bangsa.
Mungkin tidak dengan secepat satu atau dua minggu perubahan itu tampak. Namun tiga, lima, bahkan dua puluh tahun yang datang, di situlah buah pendidikan Indonesia akan harum semerbak oleh karena sumber daya manusia (SDM)-nya yang terdidik serta kepercayaan kita terhadap pendidikan itu sendiri.
Saya yakin bahwa harapan saya selaku seorang pendidik, yang mencintai pendidikan, sama dengan pendidik di Indonesia. Melihat masa depan Indonesia semakin maju dengan mendidik SDM-nya sebaik mungkin berdasarkan profil Perlajar Pancasila.