Pendidikan, Faktor Kunci Pemberantasan Human Trafficking – Di dunia modern, sangat menyedihkan bisnis perdagangan manusia terus saja bertumbuh dan tidak ada matinya. Perbudakan yang sudah lama hilang nyatanya tidak serta merta menghapus bisnis nista ini.
Banyak orang yang dijual tanpa sepengetahuan mereka. Bahkan, mereka tidak bisa melepaskan diri dikarenakan sudah terjebak di dalam lingkaran setan yang tidak berujung.
Perdagangan orang paling rentan dialami oleh perempuan dan anak-anak. Data tahun 2021 berdasarkan keterangan deputi bidang perlindungan anak Kementerian Pemberdayaan perempuan, angka tindak pidana perdagangan orang untuk anak dan perempuan prisonersamongus.com menyentuh angka 62 persen.
Banyak modus yang digunakan dalam TPPO. Salah satunya adalah menyasar orang-orang yang tinggal di desa-desa terpencil dengan diiming-imingi bekerja di Kota atau luar negeri dan ternyata kemudian mereka dijual di pusat-pusat hiburan malam.
Para mafia perdagangan orang itu, bergerilya ke desa-desa dan merekrut penduduk desa itu sebagai kaki-tangan dengan membawa cerita-cerita palsu tentang betapa mudahnya mendapatkan uang di luar negeri atau di kota.
Untuk itu, pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, bahwa semua rakyat Indonesia wajib untuk mengikuti wajib belajar hingga sekolah menengah.
Saatnya pemerintah memasukkan tindak perdagangan orang ke dalam kurikulum.
Sejak dini ditanamkan kepada siswa untuk berpikir kritis agar tidak terperdaya dengan tindakan-tindakan manipulatif oknum-oknum yang mau mengambil keuntungan dari kebodohan dan memperbodohi orang lain.
Bahwa untuk bekerja diluar negeri dibutuhkan keterampilan yang memadai. Sehingga mereka tidak tertarik dengan iming-iming kosong yang menjebak dan menghancurkan. Betapa banyak orang Indonesia yang kemudian jadi budak-budak di tempat-tempat jauh dari negara kita dengan penderitaan yang tidak terkira-kira.
Fungsi lembaga pendidikan salah satunya adalah mencerdaskan peserta didik. Buka wawasan siswa untuk lebih memilih bertani ketimbang bekerja di luar negeri di area abu-abu yang sama sekali belum mereka ketahui.
Bersamaan dengan itu, pemerintah bisa membuka sentra-sentra UKM yang dikelola oleh milenial yang lulusan sarjana. Dana pengentasan kemiskinan di Kementerian-Kementerian dan Pemda yang ratusan triliun, sebaiknya dipakai untuk aksi nyata pengentasan kemiskinan di desa-desa.
Bentuk badan khusus yang mengelola dana yang sampai mencencah angka Rp500 triliun itu. Angka sebesar itu mungkin sangat bisa mengatasi pengangguran di seluruh Indonesia.
Jika sentra-sentra UKM dibuka dan juga industri-industri kreatif yang menyasar masyarakat bawah yang miskin saya yakin angka perdagangan manusia akan turun drastis. Menjadi orang miskin itu sangat tidak enak.
Tidak banyak pilihan yang dimiliki. Segala keterbatasan membuat mereka rela dan mau bekerja di luar negeri dengan risiko yang besar demi memperbaiki nasib.
Dana pengentasan kemiskinan yang besar itu, bisa juga dipakai untuk membangun pusat pelatihan keterampilan untuk calon-calon TKI dari desa-desa. Berikan semua keterampilan yang mumpuni untuk mereka.
Beri keterampilan bahasa Inggris agar buruh-buruh migran kita tidak gampang disetrika majikan akibat kemampuan bahasa yang menyedihkan hingga mereka tidak paham apa yang diperintahkan.
Terjunkan pelatih-pelatih khusus untuk keterampilan-keterampilan calon-calon TKI tersebut. Jangan biarkan satu pun yang berangkat tanpa ada keahlian. Melihat luasnya lahan Indonesia yang belum digarap, perdagangan manusia sepantasnya tidak terjadi.
Pemerintah perlu memperbanyak SMK-SMK pertanian dengan membangun sekolah-sekolah canggih yang bisa menarik minat siswa untuk belajar di sana. Saat ini, kita tengah mengalami krisis petani muda. Hanya ada 38 juta petani, dibandingkan sepuluh tahun lalu ada 42 juta petani.
Anak-anak muda lebih memilih bekerja serabutan diluar negeri ketimbang bertani. Padahal dunia tengah mengalami krisis pangan. Khusus Indonesia, segalanya diimpor termasuk garam dan cabe. Padahal kalau saja generasi muda mau jadi petani uang impor yang begitu besar tidak lari keluar negeri melainkan ke kantong rakyat sendiri.
Pendidikanlah yang memegang peranan besar dalam mengatasi human trafficking yang semakin tinggi angkanya dari tahun ke tahun. Pendidikan yang memberi bekal pemahaman kepada siswa dan perempuan bahwa mereka tidak sepatutnya terjerat dalam lingkaran maut dan setan tersebut.
Sudah saatnya human trafficking masuk dalam kurikulum. Semua manusia adalah manusia bebas. Manusia lain lah yang menjadikan mereka menjadi budak dengan cara diperjualbelikan dengan berbagai trik. Hanya kecerdasan berpikir yang bisa melawan kejahatan terstruktur dan masif ini. Dan hal itu sudah menjadi tugas lembaga pendidikan.
Baca juga: Rilis Webometrics, UNIMUDA Sorong Kampus Terbaik 1 di Papua Barat
Kepada lembaga pendidikan kita berharap banyak. Generasi-generasi muda Indonesia adalah penerus bangsa, bukan dijual dan ditawarkan di situs-situs penjualan orang dan mafia-mafia perbudakan modern.
Orang cerdas, akan menyaring informasi sebelum gegabah memutuskan melangkah.
Sudah saatnya sekolah-sekolah memasukkan human trafficking menjadi satu pembahasan wajib di semua jenjang pendidikan sekolah menengah atas. Dengan demikian, meskipun masih bocah, generasi muda sudah melek dan paham apa itu human trafficking dan bagaimana menghindarinya.