Merdeka Belajar Itu untuk Apa?

Merdeka Belajar Itu untuk Apa? – “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.” Itulah kata-kata bermakna yang pernah diucapkan oleh Bung Karno di depan pengadilan kolonial Bandung pada tahun 1930 sebelum beliau dijebloskan ke penjara Sukamiskin. Kata-kata yang tertulis dalam naskah pidato pembelaannya dengan judul Indonesia prisonersamongus Menggugat itu menjadi semangat perlawanan untuk lepas dari kolonialisme menuju Indonesia Merdeka.

Pertanyaannya, sesudah lebih dari 75 tahun Indonesia Merdeka, apakah gaung dari makna kata-kata itu masih juga terngiang-ngiang, terutama saat dunia pendidikan nasional, tengah menerapkan program Merdeka Belajar? Dengan kata lain, kata-kata yang lebih dari 90 tahun lalu diperdengarkan dan sempat mengguncang dunia internasional itu, apakah masih dapat diberdayakan untuk menggugah dunia pendidikan nasional dalam mengerjakan program Merdeka Belajar secara terencana dan terpadu?

Jawabnya, tentu masih dan dapat. Sebab apa yang dikatakan oleh Bung Karno masih amat relevan, kontekstual dan signifikan. Lantas, bagaimanakah hal itu dapat diwujudnyatakan, terlebih dalam konteks kepemimpinan di era Merdeka Belajar?

Pertama, sebagai bagian penting dari gerakan nasionalis awal di Indonesia, sejak semula pendidikan dirancang dengan membebaskan anak-anak untuk bermain dan belajar menurut kemampuan dan kemauannya sendiri. Tentu saja para guru tetap mengawasi dan membimbing mereka bukan dengan mata yang menghukum, tetapi memberi keteladanan yang mencerminkan tanggungjawab dan perhatian berdasar kesetaraan dan persaudaraan.

Kedua, penyebutan “bapak” dan “ibu” terhadap mereka yang lebih tua bukan dilandasi oleh hubungan kekuasaan atau otoritas yang menyiratkan superioritas dan inferioritas status, melainkan lebih untuk rasa hormat pada yang dituakan. Dengan kata lain, hubungan antara anak dan bapak atau ibu dimungkinkan untuk berbeda pendapat misalnya.

Namun perbedaan itu tidak membuat siapa pun berhak untuk menghakimi, bahkan menghukum, mereka yang dianggap tidak setara, apalagi tidak bisa atau punya apa-apa. Penghargaan seorang terhadap yang lain adalah kunci dari gerakan pendidikan yang toleran, plural dan tajam.

Ketiga, dalam pendidikan tidak dikenal adanya hukuman. Yang “bersalah” justru dituntut untuk membuat suatu pengakuan dan dituntun untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan secara ksatria. Dalam arti ini, anak-anak didik diajar untuk tahu diri, mengerti tugas dan konsekuensi dari segala keputusan beserta tindakannya.

Hal itu digambarkan dengan baik dalam sebuah cerita pewayangan di mana sosok Abimanyu tidak takut menentang kakeknya demi dapat bertemu dengan Arjuna, ayahnya sendiri. Begitu pula dengan para pemuda, seperti Sukarni, Wikana dan Singgih, yang menculik Sukarno-Hatta dan dibawa ke Rengasdengklok sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17-8-1945 demi ketetapan hati dan rasa cinta yang berkobar-kobar pada Indonesia.

Baca juga: Neurodiversity: Konsep Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Pada tataran inilah sosok “bapak” atau “ibu”, termasuk “yahnda” atau “bunda”, sebagai pemandu, guru, dan penjaga memainkan peran dan fungsi penting dalam konsep kekeluargaan/famili-isme yang dikaji ulang melalui pendidikan di sekolah atau kelas.

Tiga kekhasan pendidikan dengan model kepemimpinan keluarga di atas tampak masih dapat untuk dioperasionalkan di masa kini, khususnya di era Merdeka Belajar. Terutama dengan menjadikan keluarga sebagai sekolah, dunia pendidikan diharapkan mampu mengembangkan bukan hanya segala potensi akademik, tetapi sekaligus jiwa dan roh kebebasan dari para pembelajar.

Sebagaimana pernah dipesankan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara bahwa “setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”, hal itu menjadi momentum yang tepat untuk mendalami makna dari kepemimpinan keluarga, khususnya di zaman yang oleh pujangga Jawa kenamaan, R. Ng. Ronggawarsita III (1802-1873), telah diramalkan sebagai zaman edan.

Itu artinya, cara pandang terhadap keluarga di zaman ini diharapkan dapat semakin berkembang dan menjadi semacam sekolah yang memungkinkan setiap orang untuk belajar secara bebas dan mandiri. Oleh sebab itu, menjadikan keluarga sebagai sekolah bukanlah sesuatu yang tak terbayangkan sama sekali di era Merdeka Belajar saat ini.

Mengelola Pendidikan untuk Anak Bangsa

Mengelola Pendidikan untuk Anak Bangsa – Pendidikan adalah investasi terbaik untuk setiap anak, khususnya di Indonesia. Pendidikan juga merupakan senjata yang akan dipakai oleh setiap anak bangsa untuk menghadapi masa depan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah proses untuk memanusiakan manusia.

Dalam hal ini, pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam menciptakan “senjata” untuk setiap anak, yang mana senjata ini akan menjadi bekal dalam menghadapi masa depannya kelak.

Sampai saat ini, pendidikan di negeri ini masih jauh dari kata layak, terutama di daerah pelosok. Mulai dari kurangnya jumlah tenaga pengajar dan fasilitas di kelas dalam menunjang pembelajaran, hingga akses menuju tempat belajar yang memprihatinkan semakin memperparah keadaan. Atap yang jebol, dinding yang rapuh, juga terbatasnya kursi dan meja menghiasi sekolah-sekolah di sana. Ini semua terjadi karena  prisonersamongus.com kurangnya perhatian pemerintah dalam mengelola pendidikan di daerah.

Tidak hanya itu, disistem pendidikan yang ada di sekolah, para siswa dipaksa untuk mengerti semua mata pelajaran yang ada. Ini tidaklah efektif karena para siswa tidak mampu mengembangkan minat dan bakatnya. Menurut Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Dr. Mukhneri Mukhtar, M.Pd, “Sistem pembelajaran di madrasah masih cenderung memaksakan dan menekankan pada prestasi akademik saja.” Dia juga menambahkan bahwa metode pengajaran sebaiknya tidak difokuskan pada akademik saja, karena setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.

Solusi yang perlu diterapkan untuk memajukan pendidikan di Indonesia adalah mengelola manajemen pendidikan secara efektif dan efisien. Manajemen pendidikan juga mencakup manajemen sarana prasarana yang baik bagi instansi pendidikan tersebut. Faktor sarana diantaranya meliputi kursi, meja, buku, dan papan tulis yang akan dipakai tenaga pendidik dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk melaksanakan manajemen pendidikan yang efektif dan efisien.

Supervisi atau pengawasan dari lembaga pendidikan juga harus berjalan agar terciptanya suasana sekolah yang kondusif dan layak untuk peserta didik. Supervisi disini sangat penting karena dengan adanya supervisi, satuan pendidikan juga dapat mengevaluasi seberapa jauh perencanaan tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Tujuan pendidikan yang ada di Indonesia adalah untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara memberikan materi yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Kegiatan pembelajaran memerlukan materi yang berkualitas untuk mengelola manajemen yang baik.

Indonesia menempati urutan terbawah dalam bidang pendidikan dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Pengalaman peserta didik di sekolah dapat diperoleh melalui berbagai kegiatan pendidikan antara lain mengikuti pelajaran yang ada di sekolah, praktikum untuk mengelola pendidikan yang bermutu dan tidak hanya teori, latihan ekstrakurikuler, dan lain sebagainya yang bernaung di dalam sekolah.

Oleh sebab itu, pengembangan manajemen kurikulum haruslah melakukan studi banding dengan negara-negara yang berkembang dalam aspek pendidikannya.

Manajemen kurikulum yang ada di Indonesia dengan negara yang berkembang pendidikannya meliputi kegiatan yang dititikberatkan pada kelancaran pembinaan situasi belajar mengajar.

Kualitas tenaga pendidik juga sangat berpengaruh dalam mengelola manajemen pendidikan yang efektif dan efisien. Pelatihan yang bermutu digunakan untuk melatih tenaga pendidik untuk dapat secara benar mengamalkan ilmunya di instansi pendidikan. Seperti semboyan pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarsa sang tuladha (Di depan memberi contoh), ing madya mangun karsa (Di tengah memberikan dorongan) dan tut wuri handayani (Di belakang memberikan semangat), seorang guru haruslah memberikan contoh yang baik kepada para muridnya agar dapat dicontoh pula kebaikannya. Tidak lupa, seorang guru juga harus memberikan semangat dan dorongan moral kepada para muridnya.

Kondisi globalisasi yang sangat pesat dan peluang masa depan menjadi modal yang paling penting untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik ini diperlukan berbagai keputusan yang tepat untuk memperbaiki kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Ketika melihat sebuah peluang yang ada, peluang tersebut akan dijadikan sebuah modal, kemudian menjadi dasar untuk mengembangkan pendidikan disertai dengan keputusan yang tepat, maka secara otomatis akan terjadi sebuah dampak positif dalam pengelolaan organisasi, strategi, Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan dan pengajaran, biaya, serta keuangan pendidikan.

Baca juga: Pendidikan Karakter: Mengajari Memberi Bukan Meminta

Untuk merubah jalannya pendidikan secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah sebuah hal yang harus diprioritaskan dalam memajukan pendidikan yang ada di Indonesia. Walaupun masih terdapat lembaga pendidikan yang belum memiliki pengalaman manajemen yang efektif dan efisien. Manajemen yang digunakan masih bersifat khusus dan tidak secara internasional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.

Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan sudah mengikuti perkembangan zaman, seharusnya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya kualitas atau profesional tenaga pendidik, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan.

Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya adalah sebuah proses penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sebuah Sumber Daya Manusia.

Pentingnya Compassion dalam Dunia Pendidikan

Menumbuhkan Rasa Peduli

Berdasarkan kisah nyata, ada seorang guru Sekolah Menengah Atas ditanya murid, bernama Rina (bukan nama sebenarnya), “Pak guru, apa yang membuat hidup kita bahagia?” Guru tersebut agak terkejut, lalu berkata, “Kumpulkan beberapa teman sekelas cukup tujuh orang sebagai perwakilan, untuk awal mula.

Besok kita akan pergi ke suatu tempat, berjalan kaki saja” Keesokan harinya Rina bersama enam teman berkumpul dekat pohon ketapang di halaman sekolah.

Pak guru kemudian mengajak mereka berjalan kaki menuju pasar, sejauh dua kilometer. Setelah berada di lokasi tujuan, mereka berbelok ke kanan menuju sebuah Sekolah Dasar prisonersamongus.com (SD) yang terlihat amat sederhana. Di muka sekolah, tepatnya di dekat pohon beringin, pak guru memberikan briefing, penjelasan terkait aktivitas yang akan dilakukan.

Rupanya mereka diberi tugas tutorial, mendampingi anak-anak SD kelas IV, dan V untuk bernyanyi, menari, dan bergembira bersama. Awalnya ketujuh murid itu ragu apakah mampu atau tidak, tetapi karena pak guru telah memberikan motivasi yang kuat, akhirnya mereka bersedia menemani anak-anak SD.

Setelah selesai kegiatan, raut wajah ketujuh murid itu kelihatan bahagia sekali. Mereka kemudian berkumpul untuk sharing pengalaman, menyampaikan evaluasi, dan refleksi atas kegiatan yang sudah berlangsung. Dalam sharing, Rina baru menyadari, bahwa ternyata menjadi bahagia itu sederhana saja, yaitu mau dan bersedia berbagi dengan sesama secara tulus.

Rina mengakui bahwa sebelumnya, hidup yang dijalani hanya terfokus pada diri sendiri. Aneka aktivitas waktu itu dibuat semata-mata untuk memenuhi keinginan rasa ego yang begitu kuat. Rina bersyukur, setelah melalui pendampingan guru yang bijak, hidupnya mulai terasa bermakna. Pengalaman pembelajaran eksperimental di SD, walaupun nampak sederhana telah membuka mata, dan hatinya untuk berubah.

Kepedulian terhadap Sesama

Toyohiko Kagawa (1888-1960), sejak muda, tergugah hatinya ketika melihat realitas kemiskinan yang ada. Pada tahun 1909 dia meninggalkan kemewahan hidup di Kobe, dan memilih tinggal bersama orang miskin di Shinkawa.

Dalam interaksi sosial, Kagawa menyadari, bahwa orang miskin perlu dibantu. Kepekaan sosial pada dirinya pun bertumbuh. Kemudian dia memutuskan untuk berangkat studi lanjut, guna mempersiapkan diri, membantu orang yang masih berada dalam kemiskinan.

Pada tahun 1916 dia mempublikasikan hasil penelitian, berjudul The Psychology of Poverty (Psikologi Kemiskinan). Kagawa dalam analisis, menguraikan bagaimana kemiskinan dipahami sebab akibatnya, termasuk menggunakan cara efektif mengatasi persoalan mereka yang terpinggirkan.

Kagawa menjadi peduli, karena di dalam dirinya ada compassion. Compassion dalam webster dictionary dijelaskan sebagai kesadaran simpatik terhadap penderitaan orang lain bersamaan dengan keinginan untuk meringankan beban yang diderita.

Baca juga: Optimalisasi Digital Marketing Bagi Penerbit Buku dalam Modernisasi Pendidikan

Formasi Jiwa

Dalam profil pelajar Pancasila, ada frase gotong royong, sebagai salah satu bentuk nyata compassion. Kegiatan gotong royong perlu didesain secara baik, supaya tepat sasaran, misalnya dalam kegiatan live in, Pramuka, Palang Merah Remaja, aksi sosial, peduli lingkungan, dan tutorial sebaya.

Ki Hajar Dewantara (1948), secara eksplisit menguraikan tentang pentingnya semangat compassion dalam pendidikan kebudayaan di Indonesia. Beliau mengatakan, “Perkembangan hidup pribadi harus ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan hidup bersama”. Ki Hajar menambahkan — melalui dimensi kebudayaan — manusia diharapkan mampu mencintai sesama, tidak merugikan orang lain, dan berbuat kebaikan guna kemajuan bersama.

Compassion dalam banyak segi memegang peran penting, yaitu sebagai dasar etis sosial membangun dan mengembangkan kepribadian murid di sekolah. Produk pendidikan, bukanlah otomatisasi mesin penghasil barang melainkan formasi jiwa orang yang hidup. Formasi yang demikian akan menghasilkan profil lulusan unggul, yang mencintai sesama secara tulus tanpa pandang bulu.

Formasi jiwa — dalam konsep pendidikan Platon — terkait dengan keunggulan intelektual dan moral yang menghasilkan “tindakan baik” (kalos kagathos/καλὸς κἀγαθός). Tindakan baik, dalam terminologi pemikiran etis klasik menujukkan semangat juang untuk menjadi peduli pada sesama. Dalam analisis Platon, bentuk tertinggi dari pengetahuan adalah empati, karena itu orang perlu menangguhkan ego dan hidup secara baik di dalam masyarakat. Empati yang didasari compassion, akan membekas dalam pribadi yang mau mengulurkan tangan untuk peduli bagi dan bersama sesama.

Kesimpulan

Sebagai catatan akhir, compassion dapat menimbulkan kesadaran para murid dalam merumuskan cita-cita hidup mereka yang mulia. Misalnya seorang murid ingin menjadi dokter karena mempunyai hasrat kuat untuk menolong pasien yang sakit; arsitek karena bersedia mendesain rumah-rumah sederhana bagi orang miskin; dan pedagang karena mau membantu para pembeli yang membutuhkan barang-barang dengan harga yang wajar.

Compassion dalam formasi hidup merupakan sesuatu yang penting. Oleh karenanya gagasan terkait compassion perlu diperkenalkan, dipelajari, dan dilatihkan, supaya para murid secara etis dapat bertumbuh sebagai pribadi yang utuh sebagai makhluk sosial yang peduli terhadap sesama.

Semoga dalam dunia pendidikan para pendidik dapat membantu para murid mengembangkan dimensi compassion. Jika dalam pribadi anak-anak bangsa mempunyai compassion yang kuat, maka persatuan Indonesia sangat mungkin terjadi, dan kesejahteraan sosial demi kemajuan bersama dapat terwujud.

Penanggung Jawab Pendidikan

Penanggung Jawab Pendidikan – Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kemajuan sumber daya manusia. Zaman akan semakin maju dan modern, sehingga sudah seharusnya kita meningkatkan sumber daya manusia guna mengimbangi perubahan zaman, yaitu dengan pendidikan. Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kemajuan sumber daya manusia.

Zaman akan semakin maju dan modern, sehingga sudah seharusnya kita meningkatkan sumber daya manusia guna mengimbangi perubahan zaman, yaitu dengan pendidikan.Menurut Zakiah Daradjat, Allah menciptakan manusia dengan fitrah berupa pendidikan, akan tetapi fitrah tersebut wajib dikembangkan oleh manusia prisonersamongus.com, artinya, sudah menjadi tanggung jawab setiap manusia untuk mengembangkan pendidikan.

Seseorang akan mengalami pendidikan pada beberapa lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lantas siapa penanggung jawab pendidikan?

• Peserta didik

Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri. Peserta didik harus berusaha belajar dengan baik, menerima bimbingan dari pendidik, dan mengamalkan ilmu yang telah diterima.

• Orang tua

Orang tua bertanggung jawab dalam membentuk karakter dan kepribadian seorang anak. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mempersiapkan dan mewujudkan masa depan anak-anaknya, mereka bertanggung jawab dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya.

Menurut Sayyid Qutb, orang tua harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, karena anak akan mencontoh ucapan atau perlakuan orang tua dalam rumah tangga.

Tugas orang tua sebagai penanggung jawab terhadap pendidikan, yaitu menanamkan akidah, menanamkan nilai sosial, serta membina perkembangan fisik, psikis dan intelektual.

• Pendidik/guru

Seseorang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan setelah orang tua adalah guru, guru merupakan pengganti orang tua di sekolah. Guru bertanggung jawab dalam upaya mendidik dan mencerdaskan peserta didik dengan berbagai potensi.

Guru berperan penting bagi kehidupan manusia, karena segala profesi yang ada di dunia, terlahir dari seorang guru, sehingga, guru dapat menentukan maju atau tidak nya suatu bangsa. Tanggung jawab utama pendidik adalah membimbing peserta didik hingga pada akhirnya mampu hidup dalam kemandirian, tidak bergantung kepada orang lain.

Baca juga: 10 Perguruan Terbaik di Indonesia Versi Webometrics 2023: Ada UI hingga Binus

• Pemerintah

Pemerintah bertanggung jawab atas membimbing dan mengarahkan pendidikan anak secara tidak langsung. Pemerintah bertanggung jawab dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan, seperti menyediakan kebutuhan dasar pendidikan yang layak, melakukan standarisasi nasional terhadap pendidikan, seperti contoh kurikulum dasar, serta membuat peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal maupun nasional.

Mengenal Jurusan PGSD, Gaji, dan Prospek Kerjanya

Mengenal Jurusan PGSD, Gaji, dan Prospek Kerjanya – Jurusan PGSD merupakan singkatan dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jurusan ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjadi guru SD, seperti guru Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
Selain menjadi guru, seseorang yang menekuni jurusan PGSD juga bisa memiliki prospek kerja lainnya yang lebih luas. Beberapa di antaranya adalah tutor di lembaga bimbingan belajar, pengembang media belajar, bahkan content creator.
Nah, tertarik untuk menekuni jurusan PGSD ini? Simak informasi lebih lengkapnya pada artikel berikut, ya.

Mengenal Jurusan PGSD

Mengutip laman prisonersamongus.com, jurusan PGSD adalah bidang ilmu yang memberi bekal tentang bagaimana menjadi seorang pendidik, sekaligus pengajar bagi siswa-siswi Sekolah Dasar.
Nantinya, guru SD tersebut bertanggung jawab untuk membangun kepribadian siswa sedari dini. Dengan demikian, guru SD berperan untuk memberikan pondasi serta ilmu yang berguna, sehingga siswanya siap untuk menapaki jenjang pendidikan selanjutnya.
Lantas, apa saja mata kuliah di jurusan PGSD? Untuk kamu yang ingin menekuni jurusan PGSD akan bertemu dengan mata kuliah, seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, PPKn, Seni, juga Keterampilan.
Tidak hanya itu, kamu yang ingin kuliah di jurusan PGSD juga harus mulai mempelajari konsep dasar, pendidikan, hingga bagaimana cara melakukan pengembangan pembelajaran di setiap mata pelajarannya. Bahkan ada calon guru SD yang harus memahami bagaimana cara mengelola kelas, mengevaluasi kurikulum, hingga bahan ajar.

Prospek Kerja Jurusan PGSD

Jurusan PGSD pada dasarnya berhubungan erat dengan seorang guru. Namun, calon mahasiswa PGSD tidak perlu khawatir, karena masih banyak prospek kerja jurusan PGSD yang bisa dicoba.
Bahkan dalam buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? karangan Hamidulloh Ibda dijelaskan bahwa prospek kerja jurusan PGSD sangat cerah. Tentu saja kondisi ini juga perlu diikuti dengan sikap untuk terus berkembang, seperti melakukan penelitian, pengembangan mutu akademik, dan lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya, berikut daftar prospek kerja jurusan PGSD, di antaranya:
  • Guru SD
  • Dosen
  • Konsultan Pendidikan Dasar
  • Peneliti
  • Pengembang media belajar
  • Tutor di bimbingan belajar

Dengan gambaran pekerjaan di atas, gaji sarjana PGSD berkisar antara Rpp2.500.000 hingga Rp4.500.000 per bulannya.

Daftar Universitas dengan Jurusan PGSD Terbaik

Setelah mengenal lebih dalam tentang jurusan PGSD dan seperti apa prospek kerjanya, calon mahasiswa dapat memilih universitas yang dituju. Di Indonesia sendiri, ada banyak universitas dengan jurusan PGSD terbaik yang sudah terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional – Perguruan Tinggi (BAN-PT). Berikut ini daftarnya.

  • Universitas Negeri Jakarta
  • Universitas Negeri Semarang
  • Universitas Negeri Surabaya
  • Universitas Muhammadiyah Jakarta
  • Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Untuk bisa masuk ke salah satu universitas yang tertera di atas, calon mahasiswa bisa mengikuti berbagai macam tes masuk, seperti SNMPTN, SBMPTN, hingga ujian mandiri.

Baca juga: 5 Universitas dengan Jurusan Kuliah Komunikasi Terbaik di Asia

Apa kepanjangan PGSD?

Jurusan PGSD merupakan singkatan dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

1. Mata kuliah apa saja yang dipelajari di PGSD?

Untuk kamu yang ingin menekuni jurusan PGSD akan bertemu dengan mata kuliah, seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, PPKn, Seni, juga Keterampilan.

2. Apa saja universitas terakreditas BAN-PT yang memiliki jurusan PGSD?

Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.