Neurodiversity: Konsep Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus – Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan berkualitas, tak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Dengan proses belajar-mengajar yang tepat, mereka dapat mengembangkan potensi serta minatnya seperti anak-anak lain.
Salah satu cara untuk memenuhi hal tersebut adalah dengan neurodiversity. Muncul sejak 1990-an, konsep pendidikan ini memungkinkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar sesuai kondisi dirinya.
Sosiolog Australia, Judy Singer, menciptakan istilah neurodiversity untuk mempromosikan kesetaraan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga anak tidak merasa ‘sendiri’ saat sekolah di sekolah reguler.
Lantas, bagaimana konsep prisonersamongus neurodiversity bisa diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia?
Pada dasarnya, neurodiversity akan membantu siswa untuk memaksimalkan kekuatan pada setiap diri anak. Dalam hal ini, sekolah dapat memfasilitasi masing-masing siswa untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya. Dengan pendidikan yang dipersonifikasi, anak berkebutuhan khusus dapat mengatasi tantangan sosial, emosional, kognitif, maupun akademik mereka.
Psikolog sekaligus Direktur Eksekutif American Institute for Learning and Human Development, Thomas Armstrong, memberikan contoh terkait penerapan neurodiversity di sekolah. Misalnya, guru dapat mengajak siswa pengidap Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) untuk mengerjakan sebuah proyek. Karena siswa yang didiagnosis dengan ADHD akan mengalami kesulitan konsentrasi jika hanya duduk diam mendengarkan pelajaran, mengerjakan sebuah proyek dapat membantu mereka untuk lebih mengerti materi pembelajaran.
JIS Learning Center: Upaya JIS Terapkan Neurodiversity di Sekolah
Jakarta Intercultural School (JIS) menyadari, setiap anak-anak berkebutuhan khusus perlu pendampingan dalam proses belajar mengajar. Karena itulah, JIS meluncurkan JIS Learning Center untuk tahun ajaran 2022-2023.
Dalam salah satu episode The JIS Podcast, Education Specialist, Donise Lysons, menjelaskan, JIS Learning Center merupakan salah satu cara JIS untuk mendukung konsep pendidikan berbasis neurodiversity.
Dipersonalisasikan dengan metode belajar di JIS yang menyenangkan dan efektif, Learning Center akan menjadi tempat yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan fisik, perilaku, akademik, hingga sosial-emosional anak.
“Neurodiversity bukan hal baru di JIS. Bagaimanapun, di dunia ini kita hidup bersama orang-orang yang beragam, termasuk cara belajar, bersosialisasi, dan lain-lain. Kami secara konsisten akan menghadirkan pendidikan yang inklusif untuk berbagai macam konsep belajar (termasuk neurodiversity),” jelasnya.
Nantinya, para siswa akan memiliki kurikulum yang dimodifikasi untuk mencakup seluruh kompetisi belajar. Mulai dari membaca, menulis, berhitung, hingga keterampilan adaptif, sosial, serta kemandirian berdasarkan Individualized Learning Plan (ILP) yang telah disusun oleh JIS.
Sementara itu, JIS Head of School, Maya Nelson, mengatakan, Learning Center menjadi upaya JIS dalam menghadirkan pendidikan yang setara untuk masyarakat. Maya percaya, dengan program inklusif, para siswa akan memahami bahwa menjadi berbeda bukan penghambat untuk belajar.
“Bagi beberapa keluarga, sulit untuk mencari sekolah yang dapat mendukung siswa berkebutuhan khusus karena tidak ada program yang menyediakan (untuk anak-anak mereka). Sulit untuk mendapatkan pengajar yang mendorong tumbuh kembang mereka. (Di JIS) Anda dapat menemukan lebih banyak ahli, seperti psikolog, speech language pathologist, dan pengajar-pengajar lain yang memfasilitasi hal itu,” jelas Maya.
Maya juga menerangkan, lewat program inklusif seperti Learning Center, JIS dapat menjadi role model bagi sekolah-sekolah lain untuk mengadakan program yang serupa. Harapannya, penerapan neurodiversity di Indonesia dapat lebih masif lagi. Sehingga, anak-anak berkebutuhan khusus pun kian mendapatkan pendidikan yang setara.
JIS Learning Center akan menempatkan siswa dalam kelas-kelas kecil. Jumlahnya tidak lebih dari delapan siswa, sehingga proses belajar-mengajar lebih individual dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Para guru juga dapat lebih fokus untuk memberikan pengajaran pada anak. JIS akan menempatkan satu guru per empat siswa agar memberikan keleluasaan bagi para pengajar untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar anak serta passion yang dimiliki mereka. Dengan begitu, para siswa dapat lebih mudah diajak untuk menghadapi tantangan belajarnya lewat minat dan bakat yang dimiliki.
Nantinya, pengajar di JIS Learning Center tergabung dalam Student Support Team (SST). Dari PAUD hingga kelas 12 SMA, JIS menghadirkan sekelompok profesional dari berbagai multidisiplin yang siap membantu siswa saat mereka mengalami kesulitan, baik secara akademik maupun emosional.
Baca juga: Mempersiapkan Pendidikan Anak Usia Dini
Semua orang yang tergabung dalam SST telah mengantongi lisensi, sehingga mereka dapat menyusun strategi yang tepat untuk kebutuhan setiap siswa. Mulai dari spesialis pembelajaran, terapis bicara dan bahasa, terapis okupasi, konselor sekolah, hingga psikolog telah tergabung dalam tim SST.
Pelajari lebih lanjut mengenai program JIS Learning Center melalui tautan ini. Untuk mengetahui program-program sekolah di JIS, silakan dengarkan The JIS Podcast yang telah mengudara di Spotify. Jangan lupa kunjungi website resmi JIS di sini untuk melihat secara lengkap informasi seputar Jakarta Intercultural School.
Pada akhirnya, JIS percaya, setiap anak dapat menjadi versi terbaik bagi dunia, apapun keadaan mereka.