Meretas Jalan Menuju Kampus Entrepreneur – Visi Indonesia 2045 menuju negara maju membutuhkan penopang untuk pencapaiannya, dua di antaranya adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif dan juga kemampuan untuk menguasai teknologi sekaligus menciptakan inovasi untuk mempercepat pembangunan ekonomi.
Atas dukungan Asian Development Bank (ADB), awal November 2022, lima pimpinan Science Tekno Park (STP) universitas, yaitu: UI, UGM, IPB, ITB, dan ITS mendapat kesempatan untuk mendalami pengalaman praktik terbaik dalam komersialisasi hasil riset di Curtin University, Perth, Australia Barat. Di samping, bersua dengan Prof. Harlene Hayne yang merupakan Vice-Chancellor dalam Curtinnovation Awards, delegasi juga diterima oleh Deputy Vice-Chancellor, Associate Deputy Vice-Chancellor, dan prisonersamongus.com Direktur Global Entrepreneurship and Innovation, Curtin University.
Sekalipun merupakan kampus yang relatif muda dan berawal dari sebuah Perth Technical School pada tahun 1900an yang bertransformasi menjadi Western Australian Institute of Technology pada tahun 1967.
Pada tahun 1987, dengan mengambil salah satu nama mendiang Perdana Menteri Australia di masa perang dunia kedua, John Curtin sehingga berubah menjadi Curtin University of Technology. Seiring dengan perkembangan dan perluasan jangkauan, pada tahun 2010 bertransformasi menjadi Curtin University dengan branding baru sebagai “an innovative, global university known for its high-impact research, strong industry partnerships and commitment to preparing you for jobs of the future”.
Di usianya yang belum terlalu tua, untuk ukuran universitas di Australia, Curtin University telah banyak meluluskan alumni, sekitar hampir 9000an berasal dari Indonesia, di antaranya banyak yang telah mencapai jabatan akademik puncak sebagai guru besar dan tersebar di berbagai pulau di tanah air. Tak sedikit alumninya yang memimpin universitas, baik negeri dan juga swasta, menjadi eksekutif di perusahaan terpandang di tanah air dan juga mencapai puncak struktural birokrasi di Indonesia seperti menjadi direktur jenderal dan deputi.
Transformasi Curtin University yang bermula hanya berfokus pada pendidikan keteknikan, lalu berkembang menjadi perguruan tinggi dengan bidang keilmuan yang komprehensif, universitas. Curtin University memiliki beragam fakultas dan program studi di antaranya. Di samping sangat menonjol untuk bidang teknik, terutama pertambangan dan teknologi informasi, fakultas kedokteran dan kesehatan, fakultas ekonomi dan bisnis, Pendidikan dan humanities dan juga seni kreatif sehingga makin menyebar di berbagai negara seperti, Curtin University Malaysia, Singapura, Dubai, dan Mauritius.
Sebagaimana perguruan tinggi lainnya, di era disrupsi Curtin University juga menghadapi tantangan baru berupa perkembangan teknologi yang cepat, kebutuhan penyiapan lulusan sesuai dengan kebutuhan, perubahan iklim, dekarbonisasi, kompleksitas dunia, kompetisi yang semakin ketat, hingga tuntutan kemandirian finansial, dan yang lainnya. Hal inilah yang mendorong perlunya transformasi suatu perguruan tinggi untuk menjadi Entrepreneurial University.
Merujuk A Guiding Framework for Entrepreneurial Universities dari EC-OECD termutakhir, setidaknya ada tujuh area yang merupakan karakteristik Entrepreneurial Universities, di antaranya adalah: Pertama, University-business/external relationships for knowledge exchange yang merupakan kolaborasi yang baik, solid dan berkelanjutan antara perguruan tinggi dan para mitranya, baik industri, pemerintah, masyarakat, alumni dan lainnya adalah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan dan adanya penciptaan nilai-nilai baru untuk perguruan tinggi dan masyarakat.
Kedua, The Entrepreneurial University as an internationalised institution. Sebuah perguruan tinggi dapat menjadi perguruan tinggi internasional tanpa menjadi entrepreneurial, namun adalah tidak mungkin menjadi Entrepreneurial Universities tanpa internasionalisasi. Dengan demikian perguruan tinggi perlu mengoptimalkan jejaring, kemitraan dan alumninya pada tingkat internasional untuk mendapatkan umpan balik pada proses dan perkembangan pengajaran, riset, dan inovasinya.
Merespon dinamika kebutuhan global, nasional dan lokal, Curtin University menetapkan visi 2030, yaitu Through partnership, we will make a difference for people and our planet. Curtin University berkeyakinan bahwa kemitraan yang baik dan berkelanjutan merupakan modal penting untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dan dunia sehingga kehadirannya berdampak luas.
Ada tiga aspek yang diterapkan Curtin University untuk mengejawantahkan strategi entrepreunerial university:
(1) Global perspective dengan mengadakan kemitraan, turut partisipasi dalam penyelesaian isu-isu global dengan melaksanakan pendidikan, riset dan inovasi dalam tingkat nasional dan global;
(2) Multi-interdisciplinary approach dengan mengembangkan bidang keilmuan dan kompetensi yang relevan, dan membangun kolaborasi antarbidang ilmu; dan
(3) Sustainable yaitu pendekatan yang memandang pentingnya konservasi pada sumber daya dan keberlangsungannya di masa depan. Aspek keberlanjutan ini menjadi sangat penting terutama dikaitkan dengan pengembangan ekosistem sebagai entrepreunerial university.
Ekosistem entrepreunerial university yang baik dibangun melalui kemitraan para pemangku kepentingan sehingga tercipta sinergi, kreativitas, dan co-creation untuk memberikan kemanfaatan bagi banyak pihak.
Selanjutnya, dalam hal transformasi perguruan tinggi menjadi entrepreunerial university, ada beberapa langkah yang perlu dipraktikan: Pertama, memberi tekanan yang kuat untuk pendidikan kewirausahaan.
Oleh karena itu, pengetahuan, keterampilan dan praktik kewirausahaan menjadi bagian dari kurikulum dan tata kelola kehidupan perguruan tinggi. Kedua, menjadi investor, di mana perguruan tinggi mengembangkan portofolio keuangannya baik melalui dana abadi maupun investasi pada berbagai sektor.
Investasi ini dapat berupa aset, kepemilikan usaha, kepemilikan saham, maupun yang lainnya, termasuk memberi dukungan pada start-up ataupun spin-off yang tumbuh dari perguruan tinggi. Ketiga, Go global yang menuntut entrepreunerial university untuk melakukan internasionalisasi, di mana perguruan tinggi perlu hadir dalam penyelesaian isu-isu global dan menjadi “pemain” internasional. Keempat, membangun ekosistem kemitraan dan sinergi sehingga keterbatasan sumber daya dan peluang yang ada mampu menciptakan kemanfaatan bersama melalui kemitraan dengan berbagai para pemangku kepentingan.
Baca juga: Paradigma Pendidikan Holistik
Untuk itu, kemampuan soft-skills dosen dan lulusan menjadi keniscayaan untuk mengembangkan budaya kerja sama tim, kolaboratif, dan bersinergi.
Tentu saja, menjadi entrepreunerial university tidak berarti menjadikan perguruan tinggi bersifat komersil sehingga biaya pendidikan semakin tak terjangkau. Fokus entrepreunerial university adalah mengembangkan ekosistem untuk hilirisasi hasil penelitian civitas academikanya sehingga bernilai guna dan juga memberikan nilai tambah ekonomi untuk individu dan juga institusi. Dengan demikian, menjadi entrepreunerial university adalah membangun ekosistem kewirausahaan di perguruan tinggi dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan makna kewirausahaan dari Danish Foundation for Entrepreneurship and Young Enterprise yang menyatakan bahwa Entrepreneurship is when you act upon opportunities and ideas and transform them into value for others. The value that is created can be financial, cultural, or social.